Cerpen Mianhae, Raya
“MIANHAE,
RAYA”
“MAAF,
RAYA”
Karya :
Selvia Fitri Lestari
Pada suatu hari, Amel pergi ke sekolah dengan tas
merahnya yang Ia selempangkan di salah satu pundaknya. Ia sangat senang hari
ini karena dirinya akan menceritakan kepada teman-temanya tentang liburannya ke
Seoul, Korea Selatan minggu lalu. Tak hanya menceritakan, Ia juga membawakan
teman-temannya buah tangan khas Korea yang juga menjadi pesanan temannya itu.
Di lain sisi, Raya yang hanya terdiam di samping Amel tak tahan melihat
kelakuan saudaranya itu. Ia geram akan sifat sombong pada diri Amel yang dapat
membuatnya berdiam diri di dalam kelas. Saat berjalan, Amel mengetahui Raya
sedang memandangnya dari tadi dan berhenti sejenak sehingga Raya buru-buru
menundukkan kepalanya karena takut akan tatapan Amel.
“Hei, apa yang kau liat
dariku sejak tadi kita keluar rumah, hah? Apa kau tak suka melihat ku senang
seperti ini?” tanya Amel dengan nada keras yang membuat Raya semakin
menundukkan kepalanya.
“Ti…ti…dak. A…nuuu..”
jawab Raya dengan gugup. Belum sempat Raya menyelesaikan omongannya, Amel
tiba-tiba pergi begitu saja tanpa mengajak Raya.
“Uhhhh, kenapa dia pergi
begitu saja. Kenapa dia tidak mengajakku untuk pergi bersama, padahal aku ini
kan temannya. Oh tdak, aku salah, aku ini hanya teman bahkan saudara yang tidak
diinginkan olehnya,” ujar Raya sambil mendongakkan kepalanya seraya berjalan
mengikuti Amel yang sudah tidak terlihat batang hidungnya.
Saat Raya sampai di
kelas XI-B, Bangtan High School, Ia sudah melihat Amel ditutupi oleh teman
sekelasnya karena ingin memberi buah tangan yang sudah disiapkannya semalam. “Kenapa
kelas ini ramai sekali, padahal ini hari pertaman masuk. Tidak biasanya seperti
ini,” ucap Raya dalam hati yang berjalan menempati tempat duduknya yang berada
di seberang tempat duduk Amel. Ia merasa terganggu dengan kerumunan itu.
“Raya, apa kau tak mau
oleh-oleh dariku?” tanya Amel sambil mengangkat tas oleh-olehnya dan
menunjukkan senyum sinisnya yang tidak dapat diartikan.
“Tidak, terima kasih
atas tawarannya. Berikan saja pada teman yang lain agar mereka juga senang,” jawab
Raya sambil meletakkan kapalanya di atas meja dengan tangannya yang dijadikan
sandaran.
Di Kantin, suasana
sangat ramai sehingga mereka harus mengantri saat memesan makanan yang dipesan.
Di sana, terdapat Amel dan teman-temannya yang sedang menikmati makanannya dan
Raya tak sengaja lewat yang sedang mencari tempat untuknya makan (Di sekolahnya
tidak diperbolehkan makan di dalam ruang kelas). Karena Amel melihat Raya, Ia
segera memanggil Raya dan menyuruhnya bergabung untuk mendengarkan cerita
liburannya iu.
“Amel, bagaimana
lliburanmu di Seoul sana? Apakah kamu senang di sana? Bagaimana cuaca di sana?
Dan apakah ka…?” tanya salah satu teman Raya, yaitu Vannie.
“Hei, apakah aku harus
mendengarkan semua pertanyaanmu lalu baru aku menjawabnya? Kalau kau ingin
bertanya, tanyalah satu persatu agar aku mudah untuk menjawabnya, BODOH.” celetuk
Amel pada temannya yang memang terkenal dengan otaknya yang telat mikir.
Amel mulai bercerita, ”Saat
aku di Seoul, aku merasa aneh dengan tempat itu karena tempatnya sangat berbeda
dengan keadaan di sini. Aku pun kaget melihat jalanan yang bersih tanpa setitik
sampah menempel pada aspal jalanan itu,” kagum Amel pada keadaan Kota Seoul.
“Lalu, bagaimana dengan
idolamu yang ingin kau temui di konser itu? Kalau tidak salah, namanya Jeon
Jung Kook kan?” tanya Rere penasaran akan idola Amel yang memang terlihat lucu,
imut, dan tampan.
Dengan senyuman di
wajahnya, Amel menjawab,”Kalau itu sih pasti. Sebelum aku pergi ke sana, ayahku
memang sudah janji akan menemui idolaku itu. Awalnya, aku tak percaya dengan
ucapan ayahku, namun karena sudah terjadi apa boleh buat aku pun hanya menganga
saat di depan lelaki itu,”.
“Waaahh, pasti tampan
sekali wajahnya. Aku jadi ingin melihat idolamu, Mel” Kagum Rere terhadap idola
Amel.
“Tidak hanya Jeon Jung
Kook, bahkan aku melihat semua member BTS lainnya di atas panggung saat konser
itu berlangsung. Kim Seok Jin yang mengeluarkan aura keibuannya, Kim Nam Joon
yang mengeluarkan aura kepemiminannya, Min Yoon Gi yang mengeuarkan senyuman
manisnya (mungkin gula kalah manis darinya), Jung Ho Seok yang mengeluarkan
dance andalannya, Park jimin yang mengumbarkan bentuk tubuhnya yang bugus, dan
yang terakhir Kim Taehyung yang keluar dari balik layar secara tiba-tiba
mengagetkan para ARMY (Sebutan untuk fans BTS) di sana.
Aku pun menjerit tak
tahan melihat mereka di bawah panggung bersama ribuan ARMY,” lanjut Amel
menceritakannya.
Mendengar cerita Amel,
Raya merasa tak tahan dan ingin menceritakannya juga yang memang pada saat itu
Raya juga ada bersama Amel. Raya juga menikmati moment itu bersama Amel dengan
senang. Hanya saja dia tidak suka dengan hal-hal yang berbau Korea karena dia lebih
suka dengan hal-hal yang berhubungan dengan Jepang. Setelah lama mereka
berbincang, tak terasa jam istirahat pun berakhir diiringi dengan bel yang
berbunyi dan siswa-siswi kembali ke kelasnya masing-masing diikuti dengan guru
yang masuk sesuai jam pelajarannya.
Pelajaran Matematika pun
berlangsung, tetapi yang ada dihadapan Amel bukanlah buku matematika melainkan
handphone yang sedang disentuh oleh jemari lentiknya melihat foto-foto idolanya
yang memang sangat menggemaskan jika cewek-cewek melihatnya. Dari samping, Raya
mengamati apa yang dilakukan Amel dan sempat menendang mejanya sekedar memberi
isyarat agar menghentikan aktivitas pada handphone-nya dan kembali menatap
papan tulis yang penuh dengan rumus dan angka kalang kabut. Bukannya
menghentikan aktitasnya, Amel malah semakin menjadi lebih parah dengan membuka
fitur video pada handphonenya. Raya hanya menghela nafas sebentar sembari
memalingkan wajahnya ke papan tulis. Walaupun pelajaran yang diajari oleh guru
Hana kurang paham, setidaknya Raya tetap memperhatikan dan tidak melakukan
aktivitas lain. Sebenarnya, Raya ingin kembali bersahabat dengan Amel, namun
Amel sepertinya tidak menginginkan hal itu bahkan Ia tidak mau berlama-lama
bicara dengannya.
Walaupun mereka berada
dalam satu atap bahkan satu kamar, hal itu tidak membuat mereka akrab dan
saling bicara satu sama lain. Mereka malah melakukan aktivias masing-masing
yang menyibukkan diri mereka sehinggga tidak dapat memperhatikan satu sama
lain. Setiap kali ayah dan ibunya mengetuk kamar mereka, mereka seolah-olah
langsung mengerti dengan apa yang harus mereka lakukan, yaitu pura-pura akrab
dan melihat foto keduanya sehingga membuat orang tua mereka senang dan
tersenyum. Setelah kedua orang tuanya meninggalkan kamar mereka, mereka
langsung saling menatap tajam seolah-olah ingin membunuh satu sama lain.
Keesokan harinya, seperti
biasa merka berangkat ke sekolah bersama dan saling diam tanpa ada yang bicara
satu pun. Pada pelajaran Komputer, mereka diberi tugas oleh guru Seno untuk
membentuk sebuah kelompok yang terdiri dari 3 orang. Raya berharap kalau Amel
akan mengajaknya ke dalam kelompok, tapi ternyata dugaan Raya salah dan membuat
Raya sedih. Karena mereka tidak dalam satu kelompok, Amel memberi pesan melalui
SMS kepada Amel,
From: Amel
Ray, jangan kerja kelompok di rumah!!!!!!!!!
Awas kalau kamu berani ngajak
kelompokmu ke rumah.
From: Amel
Satu lagi, jangan sampai kamu
beritahu siapa-siapa tentang hubungan kita.
Namun saat Amel mengirim
pesan kepada Raya, handphone Raya kehabisan baterai sehingga dia tidak dapat
menerima pesan Amel dan Ia tidak tahu apa-apa tentang niat Amel yang ingin
mengerjakan tugas kelompoknya di rumah.
“Ray, kita mau
mengerjakan tugas dimana?” tanya Rena, teman satu kelompok Raya.
Tanpa pikir panjang, Raya
pun langsung menawarkan rumahnya, “Bagaimana kalau di rumahku nanti sepulang
sekolah?.
“Ya sudah, di rumahmu
lebih baik, Ray,” jawab Rena dan Pandu bersamaan.
“Kriiiiing,,,,,,kriiiiiiing,,,,,,,,kriiiiiing……..”
bel pulang berbunyi dan langsung disambut oleh teriakan siswa yang sedari tadi
pusing dengan pelajaran jam terakhir.
Amel dan kelompoknya
pulang lebih dulu daripada Raya dan kelompoknya karena Raya sedang piket
terlebih dahulu untuk esok hari. Sesampainya di rumah, Amel dan teman-temannya dipersilahkan
masuk oleh Bi Yarah (Asisten rumah tangga di rumah Amel). “Kamu pindah rumah
ya, Mel?” tanya Vannie yang sepertinya baru melihat rumah ini. “Ya. Maaf aku
belum sempat beritahu kalian,” ujar Amel yang sebenarnya ada alasan lain
mengapa Ia tidak memberitahu tentang kepindahannya ke rumah ini. Sambil
mengeluarkan buku dari tasnya, Rere bertanya satu hal, “Mel, kenapa di kamarmu
ada 2 kasur? Apakah ada orang lain di kamar ini selain kamu?” Amel sempat
terdiam memikirkan jawaban yang tepat, “Tidak, kok. Aku sendiri di kamar ini.
Hanya saja aku bosan kalau harus di ranjang ini terus,” sambil menepukkan tangannya
pada ranjang tidurnya. Vannie hanya meng-Oh-kan jawaban Amel yang keliatan
gugup.
Selesai Raya mengerjakan
tugasnya, Ia dan teman sekelompoknya langsung pergi menuju rumahnya. Di jalan,
Pandu menanyakan sesuatu kepada Raya, “Ray, tadi kulihat kamu menolak oleh-oleh
dari Amel, ya?”.
“Ya, memangnya kenapa?
Apa ada yang salah?” tanya Raya kembali sambil meneguk minum yang Ia ambil dari
dalam tasnya.
“Tidak. Tapi apa
alasannyamu menolaknya? Apa kau tidak…?” sebelum Pandu menyelesaikan
pertanyaannya, Rena dengan cepat menimpali ucapannya,
”Hei, apa-apaan kau ini.
Apa urusanmu dengan ini, apa kau ingin menerima sesuatu yang tidak kau sukai?
Cobalah berpikir positif terhadap orang lain, Pandu. Kau ini membuat kepalaku
pusing saja,”
Mendengar pertengkaran
kedua temannya, Raya menghadang kedua leher temannya yang berada di kiri kannya
dengan kedua tangannya dengan cepat sehingga temannya meringis kesakitan. Tapi
bukannya Raya minta maaf, Ia malah tertawa melihat wajah temannya yang terlihat
lucu menahan sakit pada lehernya.
“Hei, mengapa kau
tertawa? Apa ada yang lucu?” tanya Pandu dengan kesal disertai dengusan.
“Tidak. Ayolah cepat,” ajak
Raya sambil menarik tangan Rena agar menyamai jalannya.
Sesampainya mereka di
rumah, Raya menyuruh Rena dan Pandu beristirahat terlebih dahulu di teras
rumahnya. Raya memegang knop pintu segera membukanya dan memasuki rumah.
Beberapa langkah dari pintu, Raya seperti mendengar suara Amel dan temannya
sedang tertawa bercanda ria. “Bi, Bi, Bi…,” suara Raya memanggil Bi Yarah
sedikit berbisik.
“Bi, apa di atas ada
teman Amel?” tanya Raya kepada Bi Yarah yang sejak tadi bingung akan kelakukan
Raya yang mengendap-ngendap seperti maling.
“Ya. Memangnya kenapa?”
jawab Bi Yarah seraya melontarkan pertanyaan kembali pada Raya.
Tidak sempat menjawab
pertanyaan Bi Yarah, Raya dengan cepat pergi meninggalkan bawah tangga menuju
teras. “Rena, Pandu, sepertinya tugas kelompok kita tidak bisa dikerjakan di
rumahku,” ucap Raya kepada kedua temannya dengan nada cepat dan terlihat panik.
“Kenapa tiba-tiba kau
lari dan mengatakan itu pada kami? Apa di rumahmu sedang ada tamu?” tanya Rena
dengan penasaran. Keringat bercucuran membasahi wajah Raya yang panik mulai melontarkan
kata-kata bohongnya.
“Iya, tadi tamunya
memenuhi kursi yang mengelilingi meja makanku. Bagaimana kalau di rumahmu, Ren?”
jawab Raya sambil meminta ijin kepada Rena agar mengerjakan tugas di rumah
Rena.
“Baiklah. Aku akan
meminta supirku untuk menjemput kita di sini,” jawab Rena menyetujui usulan
Raya yang nampaknya mulai tenang.
Mereka pun beranjak dari
teras rumah Raya dan pergi menuju halte terdekat untuk menunggu supir Rena. Sambil
menunggu, mereka saling memainkan handphone.
Beberapa menit kemudian…
Akhirnya setelah lama
menunggu, Pak Sarip pun datang lalu turun dari mobil hitam yang diendarainya membukakan
pintu untuk kami. Di dalam mobil, perjalanan menuju rumah Rena, kami bertiga
hanya saling diam tanpa ada yang membuka pembicaraan di antara kami sampai
akhirnya mobil berhenti tepat di depan pintu gerbang rumah Rena.
“Huuuuuh, pegalnya ..,”
keluh laki-laki menyebalkan, Pandu.
“Kau kan dari tadi duduk,
kenapa kau terasa lelah, memangnya kau yang mengendarai mobilnya?” ucap Rena
dengan kesal.
“Ya sudahlah, ayo
masuk!” ajak Rena terhadap dua manusia yang menurutnya sedikit tidak waras.
Mereka pun masuk dan
langsung mengerjakan tugas yang diberikan Pak Seno.
Setelah selesai
mengerjakan tugas, mereka langsung kembali ke rumahnya masing-masing dan
pastinya berpamitan dengan kedua orang tua Rena. “Tante, kami pulang dulu ya?”
pamit Raya kepada Ibu Rena yang disusul Pandu.
“Hati-hati di jalan, ini
sudah jam 7 malam,” ucap Ibunya Rena seraya melambaikan tangan kepada kedua
teman anaknya.
Raya pun langsung masuk
ke dalam kamarnya setelah salim kepada kedua orang tuanya yang sudah berada di
rumah. Saat memasuki pintu kamar, tidak terlihat ada orang di dalamnya. Raya
bertanya-tanya keberadaan Amel. Ia pun langsung merebahkan tubuhnya ke ranjang
milikinya yang sebelahan dengan ranjang perempuan yang tinggal sekamar
dengannya. Setelah matanya baru saja terpejam, tiba-tiba Amel keluar dari pintu
kamar mandi (di kamar mereka terdapat kamar mandi) dan membangunkan Raya dengan
kasar, “Raya, bangun. Kau harus mengganti pakaianmu sebelum pergi ke alam
mimpimu!” teriakan Amel membangunkan Raya sambil menggoyang-goyangkan kaki Raya
yang mengggantung di lantai.
“Ya” jawab Raya dengan
suara pelan dan mata sayu.
Setelah Raya
membangkitkan tubuhnya, Amel mengambil remote TV dan memutar channel kesayangannya
yang sedang menayangkan boyband kesukaannya, yaitu Bangtan Sonyeondan atau yang
biasa disebut BTS. Amel mengikuti lagu “RUN” dari BTS yang sedang dinyanyikan,
“Dasi Run
Run Run nan meomchul suga eobseo
tto Run Run Run nan eojjeol suga eobseo
eochapi igeotbakke nan mothae
neoreul saranghaneun geot bakken mothae”
tto Run Run Run nan eojjeol suga eobseo
eochapi igeotbakke nan mothae
neoreul saranghaneun geot bakken mothae”
“Mereka terlihat tampan
dan lucu saat berada di panggung,” suara yang muncul dari mulut Amel sambil
meletakkan kedua tangannya di pipi.
“Hei, apa yang kau liat dari
orang-orang itu, hah? Apa kau tidak puas melihatnya kemarin?” tanya Raya yang
baru keluar dari kamar mandi.
“Mengapa kau marah, kalau
aku mengidolakannya? Apa jangan-jangan kau suka?” ledek Amel kepada Raya yang
memang Anti K-POPers.
“Buat apa aku suka
dengan mereka? Aku lebih suka dengan anime-anime Jepang daripada manusia
sungguhan seperti mereka,” jawab Raya sambil membenarkan pakainannya yang
sedikit miring dan mencoba merebut remote dari tangan Amel.
“Mau apa kau dengan
remote ini? Ini kan jadwalku menonton TV hari ini,” tangan Amel buru-buru
menyembunyikan benda persegi panjang itu di balik badannya.
Mereka memang membagi
jadwal menonton TV kalau di rumah. Hari Senin-Rabu adalah waktu Amel menonton
dan Kamis-Sabtu adalah waktu Raya menonton sedangkan hari minggu TV di kamar
mereka harus mati agar tidak ada yang bisa menonton satu pun. Berhubung ini
hari Selasa, maka yang mendapat jadwal nenonton TV hari ini adalah Amel. Mereka
juga membuat kesepakatan, kalau di antara mereka tidak boleh memberitahukan
tentang hubungan mereka kepada teman-temannya di sekolah.
“Mel, apakah kita tidak
bisa akrab seperti dulu dan kita bersama seolah-olah tidak ada yang terjadi
antara ayahmu dan ibuku?” tanya Raya sambil menatap Amel.
“Apa? Akrab? Apa yang
akan mereka katakan kalau mereka tahu kalau kita ini saudara, hah? Apa kau
ingin menertawakan ayahku karena melamar ibumu dan menikahkannya?” Amel
bertanya kembali kepada Raya sambil berjalan mendekatinya.
“Ya sudah kalau kau
tidak mau, tidak apa-apa bagiku. Tapi, sebenarnya aku tidak bisa kalau sembunyi
terus seperti ini, Mel” Raya merasa tenang sekarang karena sudah mengeluarkan
isi hatinya terhadap Amel.
Tanpa membalas Raya,
Amel hanya mendengus sambil menarik selimut dan menutupi tubuh mungilnya di
atas kasur. Melihat Amel, Raya seperti sudah tau apa yang akan dilakukan Amel
mendengar omongannya itu karena mereka sudah berteman sejak di Junior High
School.
Flashback
“Ray, cepat turun! Orang yang akan Ibu temui sudah sampai di tempat
yang sudah dijanjikan,” teriak wanita tua dari bawah memanggi anaknya yang
berada di lantai atas. “Tunggu sebentar, Bu. Aku sedang mengambil kacamataku,”
jawab Raya yang keluar kamar dan langsung menutup pintu. Mereka keluar rumah,
dan segera memasuki mobil yang akan mereka gunakan ke tempat tujuan. Setelah
beberapa lama di perjalanan, mereka langsung menuju ke meja resto yang sudah
ada orang yang menunggu sejak tadi setelah memarkirkan mobilnya. “Maaf, baru
datang. Apa kalian sudah lama di sini?” tanya wanita itu kepada lelaki tua yang
merupakan ayah dari teman anaknya. “Raya? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Amel kaget sambil menganggakan mulutnya.
“ternyata itu kau Amel. Ibu, kenapa kita berada di sini? Kenapa ibu bisa
mempertemukan aku dengan temanku? Hebat sekali,” tanya Raya kepada ibunya
dengan rasa penasaran yang begitu besar. “Wah, ternyata kalian sudah saling
kenal ya?” kaget ibunya sambil mengajak Raya untuk duduk. “Baguslah kalau
kalian sudah saling kenal. Jadi ayah dan calon ibumu ini tidak perlu lagu
mendekatkan kalian untuk membuat kalian akrab karena kalian sudah akrab dengan
sendirinya,” kata Ayah Amel sambil meminum jus yang sudah dipesannya. “Apa
calon ibu?” , “Iya,” kata Ayah Amel. “Kami sudah lama menjalin hubungan, dan
sepertinya pernikahan kami akan berlangsung bulan depan,” lanjut Ayah Amel
sambil mengelus kepala anaknya. “Apa?” Amel dan Raya secara tiba-tiba
menyemburkan minumannya yang ada di dalam mulut mendengar perkataan Ayah Amel
yang begitu mengejutkan mereka. Keduanya
saling tidak terima dengan keadaan ini. Raya dengan cepat menarik tangan Amel
dan mengajaknya pergi ke tempat mereka biasa melakukan aktivitas berdua. Di
taman yang luas, menekuk kaki dan menenggelamkan kepalanya di antara kedua
kakinya merapi nasib yang baru saja terjadi pada mereka. “Apa aku bermimpi? Aku
baru saja kehilangan ibuku 2 tahun lalu. Apakah secepat ini Ayahku mendapat
penggantinya?” kata Amel dengan suara yang sepertinya menahan air matanya agar
tidak terjatuh. Mendengar perkataan Amel, Raya langsung mendongakkan kepalanya
dan melihat ke arah Amel, “Maafkan ibuku. Aku juga tidak bisa terima. Walaupun
ayahku sudah lama pergi sejak aku berusia 5 tahun, tetap saja aku masih sayang
dengan ayahku bahkan tidak pernah terfikirkan olehku akan memiliki ayah tiri.
Apalagi ternyata ayah tiriku adalah ayahmu, ayah dari sahabatku sendiri,” ucap
Amel seraya menundukkan kepalanya lagi.
Flashback End
Hari ini, semua siswa
sangat senang mengenakan seragam cokelat dengan aksesoris lengkap di tubun
mereka. “Kegiatan Pramuka hari ini, akan membuat kalian senang,” ucap Guru Hadi
selaku Pembina Pramuka di sekolah Bangtan High School. Bangtan High School
merupakan satu-satunya sekolah di Jakarta yang hanya memberikan kegiaatan
pramuka dengan lengkap dan langsung turun lapangan.
“Priiiiiiiiiiit…….,”
suara peluit terdengar dan berbondong-bondong para siswa mendatangi lapangan
luas di salah satu perkemahan yang ada di kota Jakarta.
“Kalian harus membentuk
kelompok yang terdiri dari 5 orang setiap masing-masing kelas,” perintah Guru
Hadi kepada para siswa.
“Jangan sampai saya
mendengar ada yang tidak mendapat kelompok,” lanjut Guru Hadi menambahkan
perintahnya yang kurang.
“Siap, Pak,” sahut para
siswa dengan tegas dan mereka langsung bubar dari barisan menentukan siapa dan
kelompok apa.
Berhubung Raya tergabung
dalam ekskul PMR, maka dia tidak mengikuti games petualang satiap kali kegiatan
Pramuka diadakan. Setelah kelompok terbagi, Guru Hadi memberikan instruksi cara
memenangkan games ini, yaitu mereka harus memasuki hutan itu dan kembali dengan
selamat membawa bendera minimal lima buah. “Bubar dan mulai!” perintah Guru
Hadi memulai games ini.
“Aku takut sekali.
Rasanya di dalam hutan ini banyak binatangnya,” kata Amel sambil memajukan
langkahnya dengan ragu.
“Masa kamu takut sih,
Mel?” tantang Pandu yang saat ini sekelompok dengannya.
Merasa jengkel dengan
ejekan Pandu, Amel pun memajukan langkahnya mendahului keempat temannya yang
sekarang berada di belakang.
Saat Amel berjalan
melewati semak-semak, seekor ular belang mematok kaki bawah Amel,
“Aaaaahhhhhhhh,,,” tiba-tiba sajaa Amel teriak dan meringis kesakitan karena
ulah ular belang itu. Keempat temannya kaget dan mulai panic dengan jeritan
Amel. Mereka membawa Amel ke tempat perkemahan dimana ada beberapa guru yang
berada di sana menunggu kami.
“Bu Hana, tolong Amel,
Bu. Amel dipatok ular,” teriak Pandu yang mengagetkan beberapa orang di sana.
Guru-guru pun panic dan
mulaai memanggil petugas PMR yang sedang bertugas. Raya dan beberapa petugas
lainnya datang membawa tandu yang siap membawa Amel ke dalam tenda untuk
diobati oleh dokter sekolah.
“Ini hanya patokan
biasa. Amel dipatok ular belang yang tidak berbisa sehingga lukanya dapat
disembuhkan dengan cepat dan tidak infeksi,” Raya sedih melihat keadaan Amel
sekarang karena tidak berada di sampingnya saat mendapat masalah seperti ini.
“Apakah sudah baikkan,
Mel?” tanya Raya sambil memegang tangan saudaranya dengan lembut dan penuh
kasih sayang.
“Aku tidak apa-apa,”
balas Amel yang langsung memeluk Raya dan meletakkan dagunya di pundak Raya.
“Aku tidak bisa berdiam
seperti ini terus, Ray. Benar apa yang kamu katakan, kalau semuanya pasti akan
terungkap walaupun tidak sekarang,” ucap Amel membenarkan perkataan yang pernah
Raya ucapkan kepadanya malam itu.
“Sedang apa kalian?
Kalian berpelukan? Apa kalian suka sesama jenis?” tanya Pandu yang tiba-tiba
masuk ke dalam tenda mendapati Raya dan Amel yang sedang berpelukan.
“Bisakah kau datang
tidak mengagetkan kami? Apa kau bilang? Suka sesame jenis?Dasar mesum!” bantah
Amel sambil menjitak kepala Pandu yang sedikit meringis kesakitan.
“Hei, sakit tau,” kata
Pandu dengan kesal menatap Amel tajam.
“Lalu kau mau apa? Apa
kau mau membalasnya?” bentak Raya dengan geram. Pandu hanya mengepalkan tangan
sembari mengucapkan,
“Untung saja kau
perempuan, kalu tidak habis kau di tanganku,” sombong Pandu.
“Pandu? Apa kau mau tahu
rahasia antara kita berdua?” tanya Amel sambil mendekatkan wajahnya ke wajah
Pandu.
“Rahasia apa? Rahasia
kalian tidak akan membuatku beruntung,” sambil berdiri ingin meninggalkan
tenda.
“Kami ini saudara. Lebih
tepatnya saudara tiri,” kata Raya yang langsung mengalihkan matanya ke menatap
Amel. Amel hanya tersenyum senang mendengar perkataan Raya.
“Kalian serius?” kata
Pandu terkejut. Pertanyaan Pandu tidak dijawab oleh mereka, mereka hanya
membalas dengan senyuman yang membuat Pandu bingung.
“Aku akan mengajak
kalian kr rumahku kalau kalian tidak percaya,” kata Raya mencoba membuat Pandu
percaya akan perkataannya.
“Aku tidak menyangka
kalau kalian ternyata saudara. Semenjak kalian masuk sekolah, kalian tidak pernah
dekat bahkan bicara saja seperlunya,” kata Rere tak percaya.
Lalu Raya menjelaskan,
“sebenarnya aku dan Amel bersahabat sejak kami SMP, hanya saja semua berantakan
setelah pernikahan kedua orang tua kami yang begitu cepat dan membuat kami
tidak terima,” jelas Raya kepada teman-temannya.
“Tapi aku senang,
sekarang aku sudah bisa terima semuanya. Tidak ada gunanya kalau aku terus
mendiamkan Raya toh semuanya sudah terjadi,” kata Amel menyesal.
END
Komentar
Posting Komentar