Cerpen Mianhae, Raya



“MIANHAE, RAYA”
“MAAF, RAYA”
Karya  :  Selvia Fitri Lestari

Pada suatu hari, Amel pergi ke sekolah dengan tas merahnya yang Ia selempangkan di salah satu pundaknya. Ia sangat senang hari ini karena dirinya akan menceritakan kepada teman-temanya tentang liburannya ke Seoul, Korea Selatan minggu lalu. Tak hanya menceritakan, Ia juga membawakan teman-temannya buah tangan khas Korea yang juga menjadi pesanan temannya itu. Di lain sisi, Raya yang hanya terdiam di samping Amel tak tahan melihat kelakuan saudaranya itu. Ia geram akan sifat sombong pada diri Amel yang dapat membuatnya berdiam diri di dalam kelas. Saat berjalan, Amel mengetahui Raya sedang memandangnya dari tadi dan berhenti sejenak sehingga Raya buru-buru menundukkan kepalanya karena takut akan tatapan Amel.
“Hei, apa yang kau liat dariku sejak tadi kita keluar rumah, hah? Apa kau tak suka melihat ku senang seperti ini?” tanya Amel dengan nada keras yang membuat Raya semakin menundukkan kepalanya.

“Ti…ti…dak. A…nuuu..” jawab Raya dengan gugup. Belum sempat Raya menyelesaikan omongannya, Amel tiba-tiba pergi begitu saja tanpa mengajak Raya.

“Uhhhh, kenapa dia pergi begitu saja. Kenapa dia tidak mengajakku untuk pergi bersama, padahal aku ini kan temannya. Oh tdak, aku salah, aku ini hanya teman bahkan saudara yang tidak diinginkan olehnya,” ujar Raya sambil mendongakkan kepalanya seraya berjalan mengikuti Amel yang sudah tidak terlihat batang hidungnya.

Saat Raya sampai di kelas XI-B, Bangtan High School, Ia sudah melihat Amel ditutupi oleh teman sekelasnya karena ingin memberi buah tangan yang sudah disiapkannya semalam. “Kenapa kelas ini ramai sekali, padahal ini hari pertaman masuk. Tidak biasanya seperti ini,” ucap Raya dalam hati yang berjalan menempati tempat duduknya yang berada di seberang tempat duduk Amel. Ia merasa terganggu dengan kerumunan itu.
“Raya, apa kau tak mau oleh-oleh dariku?” tanya Amel sambil mengangkat tas oleh-olehnya dan menunjukkan senyum sinisnya yang tidak dapat diartikan.

“Tidak, terima kasih atas tawarannya. Berikan saja pada teman yang lain agar mereka juga senang,” jawab Raya sambil meletakkan kapalanya di atas meja dengan tangannya yang dijadikan sandaran.  

Di Kantin, suasana sangat ramai sehingga mereka harus mengantri saat memesan makanan yang dipesan. Di sana, terdapat Amel dan teman-temannya yang sedang menikmati makanannya dan Raya tak sengaja lewat yang sedang mencari tempat untuknya makan (Di sekolahnya tidak diperbolehkan makan di dalam ruang kelas). Karena Amel melihat Raya, Ia segera memanggil Raya dan menyuruhnya bergabung untuk mendengarkan cerita liburannya iu.
“Amel, bagaimana lliburanmu di Seoul sana? Apakah kamu senang di sana? Bagaimana cuaca di sana? Dan apakah ka…?” tanya salah satu teman Raya, yaitu Vannie.

“Hei, apakah aku harus mendengarkan semua pertanyaanmu lalu baru aku menjawabnya? Kalau kau ingin bertanya, tanyalah satu persatu agar aku mudah untuk menjawabnya, BODOH.” celetuk Amel pada temannya yang memang terkenal dengan otaknya yang telat mikir.

Amel mulai bercerita, ”Saat aku di Seoul, aku merasa aneh dengan tempat itu karena tempatnya sangat berbeda dengan keadaan di sini. Aku pun kaget melihat jalanan yang bersih tanpa setitik sampah menempel pada aspal jalanan itu,” kagum Amel pada keadaan Kota Seoul.

“Lalu, bagaimana dengan idolamu yang ingin kau temui di konser itu? Kalau tidak salah, namanya Jeon Jung Kook kan?” tanya Rere penasaran akan idola Amel yang memang terlihat lucu, imut, dan tampan.

Dengan senyuman di wajahnya, Amel menjawab,”Kalau itu sih pasti. Sebelum aku pergi ke sana, ayahku memang sudah janji akan menemui idolaku itu. Awalnya, aku tak percaya dengan ucapan ayahku, namun karena sudah terjadi apa boleh buat aku pun hanya menganga saat di depan lelaki itu,”.

“Waaahh, pasti tampan sekali wajahnya. Aku jadi ingin melihat idolamu, Mel” Kagum Rere terhadap idola Amel.

“Tidak hanya Jeon Jung Kook, bahkan aku melihat semua member BTS lainnya di atas panggung saat konser itu berlangsung. Kim Seok Jin yang mengeluarkan aura keibuannya, Kim Nam Joon yang mengeluarkan aura kepemiminannya, Min Yoon Gi yang mengeuarkan senyuman manisnya (mungkin gula kalah manis darinya), Jung Ho Seok yang mengeluarkan dance andalannya, Park jimin yang mengumbarkan bentuk tubuhnya yang bugus, dan yang terakhir Kim Taehyung yang keluar dari balik layar secara tiba-tiba mengagetkan para ARMY (Sebutan untuk fans BTS) di sana.
Aku pun menjerit tak tahan melihat mereka di bawah panggung bersama ribuan ARMY,” lanjut Amel menceritakannya.
Mendengar cerita Amel, Raya merasa tak tahan dan ingin menceritakannya juga yang memang pada saat itu Raya juga ada bersama Amel. Raya juga menikmati moment itu bersama Amel dengan senang. Hanya saja dia tidak suka dengan hal-hal yang berbau Korea karena dia lebih suka dengan hal-hal yang berhubungan dengan Jepang. Setelah lama mereka berbincang, tak terasa jam istirahat pun berakhir diiringi dengan bel yang berbunyi dan siswa-siswi kembali ke kelasnya masing-masing diikuti dengan guru yang masuk sesuai jam pelajarannya.

Pelajaran Matematika pun berlangsung, tetapi yang ada dihadapan Amel bukanlah buku matematika melainkan handphone yang sedang disentuh oleh jemari lentiknya melihat foto-foto idolanya yang memang sangat menggemaskan jika cewek-cewek melihatnya. Dari samping, Raya mengamati apa yang dilakukan Amel dan sempat menendang mejanya sekedar memberi isyarat agar menghentikan aktivitas pada handphone-nya dan kembali menatap papan tulis yang penuh dengan rumus dan angka kalang kabut. Bukannya menghentikan aktitasnya, Amel malah semakin menjadi lebih parah dengan membuka fitur video pada handphonenya. Raya hanya menghela nafas sebentar sembari memalingkan wajahnya ke papan tulis. Walaupun pelajaran yang diajari oleh guru Hana kurang paham, setidaknya Raya tetap memperhatikan dan tidak melakukan aktivitas lain. Sebenarnya, Raya ingin kembali bersahabat dengan Amel, namun Amel sepertinya tidak menginginkan hal itu bahkan Ia tidak mau berlama-lama bicara dengannya.

Walaupun mereka berada dalam satu atap bahkan satu kamar, hal itu tidak membuat mereka akrab dan saling bicara satu sama lain. Mereka malah melakukan aktivias masing-masing yang menyibukkan diri mereka sehinggga tidak dapat memperhatikan satu sama lain. Setiap kali ayah dan ibunya mengetuk kamar mereka, mereka seolah-olah langsung mengerti dengan apa yang harus mereka lakukan, yaitu pura-pura akrab dan melihat foto keduanya sehingga membuat orang tua mereka senang dan tersenyum. Setelah kedua orang tuanya meninggalkan kamar mereka, mereka langsung saling menatap tajam seolah-olah ingin membunuh satu sama lain.

Keesokan harinya, seperti biasa merka berangkat ke sekolah bersama dan saling diam tanpa ada yang bicara satu pun. Pada pelajaran Komputer, mereka diberi tugas oleh guru Seno untuk membentuk sebuah kelompok yang terdiri dari 3 orang. Raya berharap kalau Amel akan mengajaknya ke dalam kelompok, tapi ternyata dugaan Raya salah dan membuat Raya sedih. Karena mereka tidak dalam satu kelompok, Amel memberi pesan melalui SMS kepada Amel,
                From: Amel
Ray, jangan kerja kelompok di rumah!!!!!!!!! Awas kalau kamu berani ngajak
kelompokmu ke rumah.
                From: Amel
                                Satu lagi, jangan sampai kamu beritahu siapa-siapa tentang hubungan kita.
               
Namun saat Amel mengirim pesan kepada Raya, handphone Raya kehabisan baterai sehingga dia tidak dapat menerima pesan Amel dan Ia tidak tahu apa-apa tentang niat Amel yang ingin mengerjakan tugas kelompoknya di rumah.
“Ray, kita mau mengerjakan tugas dimana?” tanya Rena, teman satu kelompok Raya.

Tanpa pikir panjang, Raya pun langsung menawarkan rumahnya, “Bagaimana kalau di rumahku nanti sepulang sekolah?.

“Ya sudah, di rumahmu lebih baik, Ray,” jawab Rena dan Pandu bersamaan.

“Kriiiiing,,,,,,kriiiiiiing,,,,,,,,kriiiiiing……..” bel pulang berbunyi dan langsung disambut oleh teriakan siswa yang sedari tadi pusing dengan pelajaran jam terakhir.

Amel dan kelompoknya pulang lebih dulu daripada Raya dan kelompoknya karena Raya sedang piket terlebih dahulu untuk esok hari. Sesampainya di rumah, Amel dan teman-temannya dipersilahkan masuk oleh Bi Yarah (Asisten rumah tangga di rumah Amel). “Kamu pindah rumah ya, Mel?” tanya Vannie yang sepertinya baru melihat rumah ini. “Ya. Maaf aku belum sempat beritahu kalian,” ujar Amel yang sebenarnya ada alasan lain mengapa Ia tidak memberitahu tentang kepindahannya ke rumah ini. Sambil mengeluarkan buku dari tasnya, Rere bertanya satu hal, “Mel, kenapa di kamarmu ada 2 kasur? Apakah ada orang lain di kamar ini selain kamu?” Amel sempat terdiam memikirkan jawaban yang tepat, “Tidak, kok. Aku sendiri di kamar ini. Hanya saja aku bosan kalau harus di ranjang ini terus,” sambil menepukkan tangannya pada ranjang tidurnya. Vannie hanya meng-Oh-kan jawaban Amel yang keliatan gugup.

Selesai Raya mengerjakan tugasnya, Ia dan teman sekelompoknya langsung pergi menuju rumahnya. Di jalan, Pandu menanyakan sesuatu kepada Raya, “Ray, tadi kulihat kamu menolak oleh-oleh dari Amel, ya?”.
“Ya, memangnya kenapa? Apa ada yang salah?” tanya Raya kembali sambil meneguk minum yang Ia ambil dari dalam tasnya.

“Tidak. Tapi apa alasannyamu menolaknya? Apa kau tidak…?” sebelum Pandu menyelesaikan pertanyaannya, Rena dengan cepat menimpali ucapannya,

”Hei, apa-apaan kau ini. Apa urusanmu dengan ini, apa kau ingin menerima sesuatu yang tidak kau sukai? Cobalah berpikir positif terhadap orang lain, Pandu. Kau ini membuat kepalaku pusing saja,”

Mendengar pertengkaran kedua temannya, Raya menghadang kedua leher temannya yang berada di kiri kannya dengan kedua tangannya dengan cepat sehingga temannya meringis kesakitan. Tapi bukannya Raya minta maaf, Ia malah tertawa melihat wajah temannya yang terlihat lucu menahan sakit pada lehernya.
“Hei, mengapa kau tertawa? Apa ada yang lucu?” tanya Pandu dengan kesal disertai dengusan.

“Tidak. Ayolah cepat,” ajak Raya sambil menarik tangan Rena agar menyamai jalannya.

Sesampainya mereka di rumah, Raya menyuruh Rena dan Pandu beristirahat terlebih dahulu di teras rumahnya. Raya memegang knop pintu segera membukanya dan memasuki rumah. Beberapa langkah dari pintu, Raya seperti mendengar suara Amel dan temannya sedang tertawa bercanda ria. “Bi, Bi, Bi…,” suara Raya memanggil Bi Yarah sedikit berbisik.

“Bi, apa di atas ada teman Amel?” tanya Raya kepada Bi Yarah yang sejak tadi bingung akan kelakukan Raya yang mengendap-ngendap seperti maling.

“Ya. Memangnya kenapa?” jawab Bi Yarah seraya melontarkan pertanyaan kembali pada Raya.

Tidak sempat menjawab pertanyaan Bi Yarah, Raya dengan cepat pergi meninggalkan bawah tangga menuju teras. “Rena, Pandu, sepertinya tugas kelompok kita tidak bisa dikerjakan di rumahku,” ucap Raya kepada kedua temannya dengan nada cepat dan terlihat panik.

“Kenapa tiba-tiba kau lari dan mengatakan itu pada kami? Apa di rumahmu sedang ada tamu?” tanya Rena dengan penasaran. Keringat bercucuran membasahi wajah Raya yang panik mulai melontarkan kata-kata bohongnya.
“Iya, tadi tamunya memenuhi kursi yang mengelilingi meja makanku. Bagaimana kalau di rumahmu, Ren?” jawab Raya sambil meminta ijin kepada Rena agar mengerjakan tugas di rumah Rena.

“Baiklah. Aku akan meminta supirku untuk menjemput kita di sini,” jawab Rena menyetujui usulan Raya yang nampaknya mulai tenang.

Mereka pun beranjak dari teras rumah Raya dan pergi menuju halte terdekat untuk menunggu supir Rena. Sambil menunggu, mereka saling memainkan handphone.

Beberapa menit kemudian…

Akhirnya setelah lama menunggu, Pak Sarip pun datang lalu turun dari mobil hitam yang diendarainya membukakan pintu untuk kami. Di dalam mobil, perjalanan menuju rumah Rena, kami bertiga hanya saling diam tanpa ada yang membuka pembicaraan di antara kami sampai akhirnya mobil berhenti tepat di depan pintu gerbang rumah Rena.  

“Huuuuuh, pegalnya ..,” keluh laki-laki menyebalkan, Pandu.

“Kau kan dari tadi duduk, kenapa kau terasa lelah, memangnya kau yang mengendarai mobilnya?” ucap Rena dengan kesal.

“Ya sudahlah, ayo masuk!” ajak Rena terhadap dua manusia yang menurutnya sedikit tidak waras.

Mereka pun masuk dan langsung mengerjakan tugas yang diberikan Pak Seno.

Setelah selesai mengerjakan tugas, mereka langsung kembali ke rumahnya masing-masing dan pastinya berpamitan dengan kedua orang tua Rena. “Tante, kami pulang dulu ya?” pamit Raya kepada Ibu Rena yang disusul Pandu.

“Hati-hati di jalan, ini sudah jam 7 malam,” ucap Ibunya Rena seraya melambaikan tangan kepada kedua teman anaknya.


Raya pun langsung masuk ke dalam kamarnya setelah salim kepada kedua orang tuanya yang sudah berada di rumah. Saat memasuki pintu kamar, tidak terlihat ada orang di dalamnya. Raya bertanya-tanya keberadaan Amel. Ia pun langsung merebahkan tubuhnya ke ranjang milikinya yang sebelahan dengan ranjang perempuan yang tinggal sekamar dengannya. Setelah matanya baru saja terpejam, tiba-tiba Amel keluar dari pintu kamar mandi (di kamar mereka terdapat kamar mandi) dan membangunkan Raya dengan kasar, “Raya, bangun. Kau harus mengganti pakaianmu sebelum pergi ke alam mimpimu!” teriakan Amel membangunkan Raya sambil menggoyang-goyangkan kaki Raya yang mengggantung di lantai.

“Ya” jawab Raya dengan suara pelan dan mata sayu.

Setelah Raya membangkitkan tubuhnya, Amel mengambil remote TV dan memutar channel kesayangannya yang sedang menayangkan boyband kesukaannya, yaitu Bangtan Sonyeondan atau yang biasa disebut BTS. Amel mengikuti lagu “RUN” dari BTS yang sedang dinyanyikan,

“Dasi Run Run Run nan meomchul suga eobseo
tto Run Run Run nan eojjeol suga eobseo
eochapi igeotbakke nan mothae
neoreul saranghaneun geot bakken mothae”

“Mereka terlihat tampan dan lucu saat berada di panggung,” suara yang muncul dari mulut Amel sambil meletakkan kedua tangannya di pipi.

“Hei, apa yang kau liat dari orang-orang itu, hah? Apa kau tidak puas melihatnya kemarin?” tanya Raya yang baru keluar dari kamar mandi.

“Mengapa kau marah, kalau aku mengidolakannya? Apa jangan-jangan kau suka?” ledek Amel kepada Raya yang memang Anti K-POPers.

“Buat apa aku suka dengan mereka? Aku lebih suka dengan anime-anime Jepang daripada manusia sungguhan seperti mereka,” jawab Raya sambil membenarkan pakainannya yang sedikit miring dan mencoba merebut remote dari tangan Amel.

“Mau apa kau dengan remote ini? Ini kan jadwalku menonton TV hari ini,” tangan Amel buru-buru menyembunyikan benda persegi panjang itu di balik badannya.
Mereka memang membagi jadwal menonton TV kalau di rumah. Hari Senin-Rabu adalah waktu Amel menonton dan Kamis-Sabtu adalah waktu Raya menonton sedangkan hari minggu TV di kamar mereka harus mati agar tidak ada yang bisa menonton satu pun. Berhubung ini hari Selasa, maka yang mendapat jadwal nenonton TV hari ini adalah Amel. Mereka juga membuat kesepakatan, kalau di antara mereka tidak boleh memberitahukan tentang hubungan mereka kepada teman-temannya di sekolah.
“Mel, apakah kita tidak bisa akrab seperti dulu dan kita bersama seolah-olah tidak ada yang terjadi antara ayahmu dan ibuku?” tanya Raya sambil menatap Amel.

“Apa? Akrab? Apa yang akan mereka katakan kalau mereka tahu kalau kita ini saudara, hah? Apa kau ingin menertawakan ayahku karena melamar ibumu dan menikahkannya?” Amel bertanya kembali kepada Raya sambil berjalan mendekatinya.

“Ya sudah kalau kau tidak mau, tidak apa-apa bagiku. Tapi, sebenarnya aku tidak bisa kalau sembunyi terus seperti ini, Mel” Raya merasa tenang sekarang karena sudah mengeluarkan isi hatinya terhadap Amel.

Tanpa membalas Raya, Amel hanya mendengus sambil menarik selimut dan menutupi tubuh mungilnya di atas kasur. Melihat Amel, Raya seperti sudah tau apa yang akan dilakukan Amel mendengar omongannya itu karena mereka sudah berteman sejak di Junior High School.

Flashback

“Ray, cepat turun! Orang yang akan Ibu temui sudah sampai di tempat yang sudah dijanjikan,” teriak wanita tua dari bawah memanggi anaknya yang berada di lantai atas. “Tunggu sebentar, Bu. Aku sedang mengambil kacamataku,” jawab Raya yang keluar kamar dan langsung menutup pintu. Mereka keluar rumah, dan segera memasuki mobil yang akan mereka gunakan ke tempat tujuan. Setelah beberapa lama di perjalanan, mereka langsung menuju ke meja resto yang sudah ada orang yang menunggu sejak tadi setelah memarkirkan mobilnya. “Maaf, baru datang. Apa kalian sudah lama di sini?” tanya wanita itu kepada lelaki tua yang merupakan ayah dari teman anaknya. “Raya? Kenapa kamu ada di sini?” tanya  Amel kaget sambil menganggakan mulutnya. “ternyata itu kau Amel. Ibu, kenapa kita berada di sini? Kenapa ibu bisa mempertemukan aku dengan temanku? Hebat sekali,” tanya Raya kepada ibunya dengan rasa penasaran yang begitu besar. “Wah, ternyata kalian sudah saling kenal ya?” kaget ibunya sambil mengajak Raya untuk duduk. “Baguslah kalau kalian sudah saling kenal. Jadi ayah dan calon ibumu ini tidak perlu lagu mendekatkan kalian untuk membuat kalian akrab karena kalian sudah akrab dengan sendirinya,” kata Ayah Amel sambil meminum jus yang sudah dipesannya. “Apa calon ibu?” , “Iya,” kata Ayah Amel. “Kami sudah lama menjalin hubungan, dan sepertinya pernikahan kami akan berlangsung bulan depan,” lanjut Ayah Amel sambil mengelus kepala anaknya. “Apa?” Amel dan Raya secara tiba-tiba menyemburkan minumannya yang ada di dalam mulut mendengar perkataan Ayah Amel yang begitu mengejutkan mereka.  Keduanya saling tidak terima dengan keadaan ini. Raya dengan cepat menarik tangan Amel dan mengajaknya pergi ke tempat mereka biasa melakukan aktivitas berdua. Di taman yang luas, menekuk kaki dan menenggelamkan kepalanya di antara kedua kakinya merapi nasib yang baru saja terjadi pada mereka. “Apa aku bermimpi? Aku baru saja kehilangan ibuku 2 tahun lalu. Apakah secepat ini Ayahku mendapat penggantinya?” kata Amel dengan suara yang sepertinya menahan air matanya agar tidak terjatuh. Mendengar perkataan Amel, Raya langsung mendongakkan kepalanya dan melihat ke arah Amel, “Maafkan ibuku. Aku juga tidak bisa terima. Walaupun ayahku sudah lama pergi sejak aku berusia 5 tahun, tetap saja aku masih sayang dengan ayahku bahkan tidak pernah terfikirkan olehku akan memiliki ayah tiri. Apalagi ternyata ayah tiriku adalah ayahmu, ayah dari sahabatku sendiri,” ucap Amel seraya menundukkan kepalanya lagi.

Flashback End

Hari ini, semua siswa sangat senang mengenakan seragam cokelat dengan aksesoris lengkap di tubun mereka. “Kegiatan Pramuka hari ini, akan membuat kalian senang,” ucap Guru Hadi selaku Pembina Pramuka di sekolah Bangtan High School. Bangtan High School merupakan satu-satunya sekolah di Jakarta yang hanya memberikan kegiaatan pramuka dengan lengkap dan langsung turun lapangan.
“Priiiiiiiiiiit…….,” suara peluit terdengar dan berbondong-bondong para siswa mendatangi lapangan luas di salah satu perkemahan yang ada di kota Jakarta.

“Kalian harus membentuk kelompok yang terdiri dari 5 orang setiap masing-masing kelas,” perintah Guru Hadi kepada para siswa.

“Jangan sampai saya mendengar ada yang tidak mendapat kelompok,” lanjut Guru Hadi menambahkan perintahnya yang kurang.

“Siap, Pak,” sahut para siswa dengan tegas dan mereka langsung bubar dari barisan menentukan siapa dan kelompok apa.

Berhubung Raya tergabung dalam ekskul PMR, maka dia tidak mengikuti games petualang satiap kali kegiatan Pramuka diadakan. Setelah kelompok terbagi, Guru Hadi memberikan instruksi cara memenangkan games ini, yaitu mereka harus memasuki hutan itu dan kembali dengan selamat membawa bendera minimal lima buah. “Bubar dan mulai!” perintah Guru Hadi memulai games ini.

“Aku takut sekali. Rasanya di dalam hutan ini banyak binatangnya,” kata Amel sambil memajukan langkahnya dengan ragu.

“Masa kamu takut sih, Mel?” tantang Pandu yang saat ini sekelompok dengannya.

Merasa jengkel dengan ejekan Pandu, Amel pun memajukan langkahnya mendahului keempat temannya yang sekarang berada di belakang.

Saat Amel berjalan melewati semak-semak, seekor ular belang mematok kaki bawah Amel, “Aaaaahhhhhhhh,,,” tiba-tiba sajaa Amel teriak dan meringis kesakitan karena ulah ular belang itu. Keempat temannya kaget dan mulai panic dengan jeritan Amel. Mereka membawa Amel ke tempat perkemahan dimana ada beberapa guru yang berada di sana menunggu kami.
“Bu Hana, tolong Amel, Bu. Amel dipatok ular,” teriak Pandu yang mengagetkan beberapa orang di sana.

Guru-guru pun panic dan mulaai memanggil petugas PMR yang sedang bertugas. Raya dan beberapa petugas lainnya datang membawa tandu yang siap membawa Amel ke dalam tenda untuk diobati oleh dokter sekolah.

“Ini hanya patokan biasa. Amel dipatok ular belang yang tidak berbisa sehingga lukanya dapat disembuhkan dengan cepat dan tidak infeksi,” Raya sedih melihat keadaan Amel sekarang karena tidak berada di sampingnya saat mendapat masalah seperti ini.

“Apakah sudah baikkan, Mel?” tanya Raya sambil memegang tangan saudaranya dengan lembut dan penuh kasih sayang.
“Aku tidak apa-apa,” balas Amel yang langsung memeluk Raya dan meletakkan dagunya di pundak Raya.

“Aku tidak bisa berdiam seperti ini terus, Ray. Benar apa yang kamu katakan, kalau semuanya pasti akan terungkap walaupun tidak sekarang,” ucap Amel membenarkan perkataan yang pernah Raya ucapkan kepadanya malam itu.

“Sedang apa kalian? Kalian berpelukan? Apa kalian suka sesama jenis?” tanya Pandu yang tiba-tiba masuk ke dalam tenda mendapati Raya dan Amel yang sedang berpelukan.

“Bisakah kau datang tidak mengagetkan kami? Apa kau bilang? Suka sesame jenis?Dasar mesum!” bantah Amel sambil menjitak kepala Pandu yang sedikit meringis kesakitan.

“Hei, sakit tau,” kata Pandu dengan kesal menatap Amel tajam.

“Lalu kau mau apa? Apa kau mau membalasnya?” bentak Raya dengan geram. Pandu hanya mengepalkan tangan sembari mengucapkan,

“Untung saja kau perempuan, kalu tidak habis kau di tanganku,” sombong Pandu. 

“Pandu? Apa kau mau tahu rahasia antara kita berdua?” tanya Amel sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Pandu.

“Rahasia apa? Rahasia kalian tidak akan membuatku beruntung,” sambil berdiri ingin meninggalkan tenda.

“Kami ini saudara. Lebih tepatnya saudara tiri,” kata Raya yang langsung mengalihkan matanya ke menatap Amel. Amel hanya tersenyum senang mendengar perkataan Raya.

“Kalian serius?” kata Pandu terkejut. Pertanyaan Pandu tidak dijawab oleh mereka, mereka hanya membalas dengan senyuman yang membuat Pandu bingung.

“Aku akan mengajak kalian kr rumahku kalau kalian tidak percaya,” kata Raya mencoba membuat Pandu percaya akan perkataannya.
“Aku tidak menyangka kalau kalian ternyata saudara. Semenjak kalian masuk sekolah, kalian tidak pernah dekat bahkan bicara saja seperlunya,” kata Rere tak percaya.

Lalu Raya menjelaskan, “sebenarnya aku dan Amel bersahabat sejak kami SMP, hanya saja semua berantakan setelah pernikahan kedua orang tua kami yang begitu cepat dan membuat kami tidak terima,” jelas Raya kepada teman-temannya.

“Tapi aku senang, sekarang aku sudah bisa terima semuanya. Tidak ada gunanya kalau aku terus mendiamkan Raya toh semuanya sudah terjadi,” kata Amel menyesal.




END





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penggunaan OSASCOM dan Passive Voice

Cerpen "Si Tukang Bohong"

Resensi Novel Angkatan 20-an dan 30-an "Salah Asuhan"